Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menegaskan komitmennya dalam membersihkan praktik kotor di sektor ketenagakerjaan. KPK resmi menahan empat tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
Penahanan ini merupakan lanjutan dari operasi hukum sebelumnya, di mana KPK telah menetapkan total delapan tersangka dan menahan empat di antaranya pada 17 Juli 2025 lalu.
Menurut keterangan tertulis yang diterima, Minggu (27/7/2025), Empat tersangka yang ditahan kali ini adalah GTW, pejabat strategis di Direktorat Binapenta & PKK; serta tiga staf lainnya (PCW, JMS, dan ALF) yang diduga kuat berperan dalam praktik pemerasan terhadap pemohon izin penggunaan TKA.
Mereka diduga menyalahgunakan kewenangan dengan menagih uang dari perusahaan dan agen TKA, melalui ancaman penundaan proses dan manipulasi kelengkapan dokumen. Dalam tahapan wawancara RPTKA, uang diduga diminta secara sistematis, dan kemudian dialirkan ke rekening penampung. Total nilai yang dikumpulkan dari praktik pemerasan ini diperkirakan mencapai Rp53,7 miliar, berlangsung sejak tahun 2019 hingga 2024.
Tak hanya penahanan, KPK juga fokus pada pemulihan kerugian negara. Sejumlah aset mewah dan properti hasil korupsi telah disita, termasuk: 14 kendaraan (11 mobil, 3 sepeda motor), dan Puluhan bidang tanah dan bangunan milik para tersangka, termasuk di antaranya properti atas nama GTW, PCW, dan JMS.
Langkah ini merupakan bagian dari pendekatan menyeluruh dalam pemberantasan korupsi: menindak pelaku sekaligus merebut kembali hasil kejahatan untuk negara.
Para tersangka dijerat dengan pasal-pasal berat dalam UU Tipikor, yakni: Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor. Serta ditambah Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal-pasal tersebut mengatur tentang pemerasan dan gratifikasi oleh penyelenggara negara, dengan ancaman pidana maksimal di atas 20 tahun dan penyitaan aset hasil korupsi.
Kasus ini bukan sekadar pelanggaran hukum. Ini mencerminkan rusaknya integritas layanan publik yang seharusnya melindungi, bukan menjerat, masyarakat dan pelaku usaha. RPTKA adalah izin strategis, menyangkut investasi dan tenaga kerja asing, yang jika disalahgunakan dapat berdampak langsung pada citra dan iklim usaha nasional.
KPK kembali menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti pada pelaku lapangan, tetapi akan menelusuri aliran dana dan tanggung jawab struktural secara menyeluruh.