Jakarta — Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di Kota Banjarmasin tahun ajaran 2025/2026 tak sekadar menjadi agenda tahunan, tetapi mencerminkan wajah pendidikan yang semakin berkeadilan, transparan, dan terbuka untuk semua kalangan. Hal ini terlihat jelas saat Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, meninjau langsung pelaksanaan SPMB di SMP Negeri 7 dan SMA Negeri 3 Banjarmasin.
Fajar menemukan praktik baik dari sekolah dan pemerintah daerah dalam mengelola proses penerimaan dengan prinsip inklusi digital dan pelayanan humanis. Tidak hanya calon siswa dari jalur prestasi, bahkan jalur afirmasi dan domisili pun dilayani dengan pendekatan yang akomodatif.
“SPMB bukan sekadar proses teknis, tapi soal keadilan akses. Kita ingin semua anak Indonesia merasa punya tempat dan peluang yang sama di sekolah negeri,” ujar Fajar, dalam keterangan tertulis yang diterima. (23/6/2025).
Salah satu aspek yang diapresiasi adalah penggunaan sistem daring yang tetap diimbangi dengan layanan langsung untuk masyarakat yang belum terbiasa dengan teknologi. Di SMP Negeri 7 Banjarmasin, sekolah membuka posko SPMB lengkap dengan komputer dan pendampingan operator dari pukul 08.00 hingga 16.00 setiap hari selama masa pendaftaran.
“Kami ingin pastikan tidak ada yang tertinggal. Jadi layanan langsung tetap kami buka,” jelas Aminsyah, Kepala SMPN 7 Banjarmasin. Ia menyebut bahwa tahun ini sekolahnya membuka kuota untuk 224 calon siswa, termasuk tiga kelas unggul berkonsep bilingual sebagai bentuk inovasi pendidikan lokal.
Posko pelayanan ini bukan hanya membantu dari sisi teknis pendaftaran, tapi juga menghadirkan kepercayaan dan rasa aman bagi para orang tua yang kadang merasa canggung menghadapi sistem daring.
Menurut Fajar, proses SPMB tahun ini di Banjarmasin menjadi salah satu contoh bagaimana semangat partisipasi semesta—yakni kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, sekolah, dan masyarakat—dapat berjalan selaras.
Ia menyebut, peran aktif petugas di sekolah yang membantu penautan titik koordinat domisili calon siswa adalah bentuk konkret pelayanan publik yang tidak berhenti pada sistem, tapi menjangkau manusia di dalamnya.
“Pendidikan adalah hak semua. Maka proses masuk ke sekolah juga harus ramah terhadap semua kondisi sosial masyarakat,” tambah Fajar.
Pemkot Banjarmasin, melalui Plt. Kepala Dinas Pendidikan, Ryan Utama, menjelaskan bahwa pelaksanaan SPMB di kota ini dilakukan dengan pendekatan lintas sektor. Panitia daerah bahkan melibatkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Sosial, serta Dinas Kominfo dan Statistik, agar proses verifikasi berjalan valid dan publikasi informasi merata.
“Informasi hasil SPMB kami sebar tidak hanya lewat sekolah, tapi juga melalui baliho, media sosial, hingga videotron milik pemkot. Ini bentuk keterbukaan,” kata Ryan.
Di tengah pemantauan SPMB, SMP Negeri 7 Banjarmasin juga mengumumkan pembukaan kelas unggul berbasis prestasi akademik, yang akan diajarkan dengan sistem bilingual. Ini menjadi salah satu strategi sekolah untuk melahirkan siswa berdaya saing tinggi, sekaligus menunjukkan bahwa akses terbuka tidak mengorbankan mutu, tapi justru bisa mendorong inovasi pendidikan.
“Kami ingin sekolah negeri juga menjadi pilihan utama masyarakat, bukan sekadar alternatif,” tutur Amin.
Kunjungan Wamendikdasmen Fajar ke Banjarmasin tidak sekadar agenda simbolik, tapi penegasan bahwa SPMB bukan hanya tentang siapa yang diterima, melainkan tentang bagaimana negara memperlakukan warganya sejak pintu pertama dunia pendidikan.
Dengan kombinasi sistem digital yang informatif, layanan tatap muka yang ramah, dan komitmen lintas sektor, SPMB di Banjarmasin bisa menjadi cermin praktik baik yang patut direplikasi di daerah lain.
“Kalau penerimaan murid dilakukan dengan prinsip inklusi, maka kita sudah menanamkan keadilan sejak hari pertama anak memasuki sekolah,” pungkas Fajar Riza Ul Haq.