Pemprov Jatim Gelontorkan Rp830.676.000 untuk Pembebasan PKB
Program pemutihan pajak kendaraan bermotor (PKB) yang digagas Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di tahun keenam kali ini sukses dimanfaatkan ratusan ribu masyarakat dari berbagai daerah di Jawa Timur.
“Alhamdulillah program pemutihan kali ini disambut antusias masyarakat. Belum sebulan sudah menyasar 511.178 wajib pajak dengan total PKB yang dibebaskan Rp 830,6 juta lebih. Pemutihan pajak ini adalah bagian dari upaya kami melindungi kelompok rentan dan membangun kembali kesadaran kolektif tentang pentingnya pajak dalam pembangunan,” ujar Khofifah , Jum'at (8/8).
Sejak diluncurkan pada 14 Juli 2025 lalu, sampai dengan 6 Agustus 2025 telah dimanfaatkan oleh 511.178 wajib pajak, untuk itu Pemprov Jatim telah memberikan pembebasan PKB senilai Rp830.676.000 untuk masyarakat Jatim.
Rinciannya, yaitu Rp385.641.500 diberikan Pemprov Jatim untuk pembebasan pajak progresif, dan Rp445.034.500 diberikan untuk pembebasan pajak dalam segmentasi khusus untuk masyarakat rentan ekonomi.
Menurut Gubernur Khofifah, tingginya antusiasme tersebut mencerminkan kebutuhan masyarakat akan kebijakan fiskal yang memberikan keringanan secara nyata dan terukur.
Lebih lanjut disampaikannya, program ini bukan sekadar insentif fiskal, melainkan wujud nyata kehadiran negara dalam meringankan beban ekonomi rakyat.
Terutama karena kebijakan pemutihan di tahun ini tak hanya membebaskan denda keterlambatan tapi juga membebaskan tunggakan pajak khusus bagi kelompok rentan ekonomi.
Yaitu para pengemudi ojek online, masyarakat kurang mampu, dan pelaku usaha kecil yang selama ini kesulitan memenuhi kewajiban pajak karena keterbatasan ekonomi.
“Karena dalam banyak kasus, keterlambatan membayar pajak bukan disebabkan oleh ketidakpatuhan, melainkan oleh ketidakmampuan. Karena itu, kami merasa harus merespons kondisi objektif masyarakat dengan kebijakan yang relevan dan berempati. Untuk itu, kami juga memastikan kebijakan ini tepat sasaran,” tegas Khofifah.
Secara lebih spesifik, selama sebulan program pemutihan berlangsung, telah ada 2.246 transaksi pembayaran pajak yang berasal dari masyarakat kurang mampu berdasarkan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE). Dari transaksi ini, Pemprov Jatim telah memberikan pembebasan sebesar Rp171.584.500.
Sementara itu, 2.962 transaksi dilakukan oleh pengemudi ojek online dengan nilai pembebasan mencapai Rp255.302.500. Adapun pemilik kendaraan roda tiga untuk usaha kecil tercatat melakukan 193 transaksi, dengan nilai pembebasan sebesar Rp18.147.500.
Menurut Khofifah, pendekatan fiskal ini tidak hanya bertujuan meningkatkan penerimaan daerah, tetapi juga mengedepankan keadilan sosial. Pendekatan semacam ini, lanjutnya, penting untuk menjaga kepercayaan dan partisipasi publik dalam pembangunan daerah.
“Pembangunan tidak akan berjalan optimal jika tidak disertai rasa keadilan dan keterlibatan masyarakat. Karena itu, keberpihakan fiskal menjadi kunci dalam menjangkau mereka yang selama ini terpinggirkan secara ekonomi,” tegasnya.
Gubernur Khofifah juga menyampaikan bahwa program ini sejalan dengan semangat reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik, khususnya melalui digitalisasi layanan dan kolaborasi lintas sektor untuk mendekatkan akses Samsat kepada masyarakat.
“Ketika pemerintah hadir dan memberi keringanan di saat yang tepat, kesadaran dan kepatuhan akan tumbuh dengan sendirinya. Inilah cara kita membangun Jawa Timur bersama, bukan hanya lewat angka, tetapi dari rasa keadilan,” jelasnya.
Program pemutihan PKB ini akan berlangsung hingga 31 Agustus 2025. Selain penghapusan denda keterlambatan, juga diberikan pembebasan tunggakan pokok PKB sejak tahun 2024 ke belakang, khusus bagi pengemudi ojek online, masyarakat kurang mampu, serta pemilik kendaraan roda tiga untuk usaha.
Pada kesempatan yang sama, Khofifah mengajak masyarakat yang memenuhi kriteria untuk segera memanfaatkan program ini melalui layanan Samsat di wilayah masing-masing. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
“Bila pemerintah dan rakyat saling bergandengan tangan, maka pemulihan ekonomi dan percepatan pembangunan akan berjalan lebih cepat dan merata,” katanya.
“Kami ingin masyarakat tahu bahwa mereka tidak sendiri. Pemerintah hadir untuk meringankan, mendampingi, dan memastikan tak ada yang tertinggal dalam proses pembangunan,” pungkasnya.